Mengenali KDRT pada Perempuan

Pagi tadi, saya mendapat kabar kalau Lesti Kejora akhirnya mencabut laporan KDRT. Tentu saja, keputusan Lesti Kejora ini mendapat tanggapan positif maupun negatif. 


Saya sendiri sempat berpikir kalau Lesti Kejora ini masih cukup beruntung. Pasalnya, Lesti Kejora adalah seorang public figure yang memiliki banyak penggemar. Seandainya Lesti Kejora ibu rumah tangga biasa yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mungkin, alih-alih didukung, malah yang ada orang-orang menyalahkan atau bilang kurang bersabar saja. Meski Kartini sudah berjuang sejak lama, tetap saja perempuan masih terkungkung saat ini.

 
Ya, bagaimana pun, kasus Lesti Kejora ini hanyalah puncak gunung es dari kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Kurangnya pemahaman terhadap kekerasan menyebabkan KDRT terhadap perempuan menjadi sesuatu yang diwajarkan.

 

KDRT

 

 

Sebenarnya, apa sih KDRT itu?

 

Komnas Perempuan menguraikan KDRT domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. 

 

Mengupas perempuan dan kekerasan:

Novel Beranda Kenangan

 

Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.

 

KDRT




Menurut Kemenppa, KDRT bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:

 
Kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik lainnya.

Kekerasan emosional atau psikologis, bentuknya meliputi tindakan mengancam, memanggil dengan sebutan yang tidak pantas dan mempermalukan pasangan, menjelek-jelekan dan lainnya.

Kekerasan ekonomi, tindakannya berupa meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka tingkat kekerasan yg dialami perempuan semakin rendah.

Kekerasan seksual adalah tindakan memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.

Kekerasan selanjutnya yaitu pembatasan aktivitas oleh pasangan, kekerasan ini banyak menghantui perempuan dalam kehidupan rumah tangganya, seperti pasangan yang terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam. 

 

KDRT

 


Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Sabtu (1/10/2022) kemarin mengungkapkan: "Pada 2021, Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus kekerasan di ranah rumah tangga/personal, dan kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70%.


KDRT pada perempuan tak jarang berimbas pada anak:

KDRT Mengubah Ibu jadi Monster


Kenapa Perempuan Terjebak dalam Siklus KDRT?

 

KDRT Lesti
Lesti Kejora mencabut laporannya, sumber: Kompas.com


Sejauh pengamatan saya, memang perempuan lebih rentan terjebak dalam siklus KDRT. Hal ini menurut saya terjadi karena beberapa faktor:

  • Perasaan perempuan lebih halus dan berharap orang lain bisa berubah.
  • Kasihan pada anak dan tidak ingin anak memiliki orang tua yang berpisah.
  • Adanya ketergantungan ekonomi.
  • Ajaran agama yang memperkuat paham patriarki seperti harus tunduk pada pasangan dan menerima KDRT sebagai ujian dan menambah pahala.
  • Tekanan dari masyarakat yang lebih sering menyalahkan pihak perempuan yang dinilai kurang mengalah, kurang sabar, hingga kurang oke melayani suami di ranjang.


Lalu, apakah korban KDRT memiliki hak tertentu?

 
Ternyata ada lho, Teman-teman. Sesuai dengan Pasal 10, UU PKDRT, maka korban KDRT memiliki hak sebagai korban, di antaranya:

  • perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
  • pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
  • penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
  • pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • pelayanan bimbingan rohani.


Dan ternyata, sebagai masyarakat, kita juga memiliki kewajiban melindungi korban KDRT, lho. Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

 

  • mencegah berlangsungnya tindak pidana.
  • memberikan perlindungan kepada korban.
  • memberikan pertolongan darurat.
  • membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.


KDRT

 

Semoga artikel seputar KDRT tadi bisa bermanfaat bagi teman-teman, ya. Terutama bagi teman-teman yang memiliki saudari atau teman perempuan yang mengalami KDRT.

 

Referensi:

https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt
https://news.detik.com/berita/d-6322607/komnas-perempuan-kekerasan-terhadap-istri-urutan-pertama-di-kasus-kdrt/amp
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-kenali-faktor-penyebabnya.%20Diakses%2020%20Maret%202018




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedai Kopi Butter: Kafe Hits Denpasar Rasa Kopitiam Singapore

Sinopsis dan Review Drama China The Blood of Youth: Drama Paling Ditunggu Tahun Ini!

Ini Dia Pasar Termodern di Denpasar: Pasar Galang Ayu!